Sabtu, 23 April 2016

Ketika Kamu Merasa Tak Berharga dan Merasa Tak Ada

Aku tahu kau akan menyempatkan membaca tulisan ini lagi. Mari kita bagi sedih yang tak pernah kau mengerti dan berdoa semoga kau tak lagi berkunjung ke tulisan ini.

Kalau ingin menangis, menangislah. Kamu akan merasa legahhhh setelahnya.

Sudah-sudah, jangan membuat dirimu menjadi lebih buruk lagi ke depan. Mereka memang tidak ada yang memedulikan mu. Ingat, orang-orang datang pada saat mereka butuh. Butuh bantuan, butuh ditemani, butuh teman, butuh amal, butuh melihat orang terbantu. Jadi, ketika tak ada yang mendatangimu, memang tak ada yang membutuhkan mu. Se-simpel-itu.

Tak apa kalau tak ada butuh kamu. Toh, kamu masih bisa hidup. Walaupun rada hampa, tapi... berjanjilah akan membantu setiap orang dalam kebaikan, tersenyumlah di depan orang-orang, dan ramahlah pada setiap orang. Tidak ada ruginya, walau kamu memakai 'topeng' untuk tersenyum--dan lama-lama topeng itu akan sulit dilepas--setidaknya kamu peduli, bahwa kamu tidak ingin mengkhawatirkan orang-orang disekeliling mu.

Orang-orang sudah khawatir dengan masalahnya sendiri, jangan ditambah.

Tetapi, jika ada orang yang khawatir kepada mu, jangan pula engkau abaikan mereka, ucapkan saja terima kasih dan bersyukurlah. Meskipun tidak semua di antara mereka benar-benar 'peduli' dan hanya ingin 'tahu'. Setidaknya, rasa penasaran mereka telah menumbuhkan rasa butuh terhadap mu agar menjawab rasa penasarannya.

Jadilah orang-orang berguna, oke apa guna mu sekarang ini? Kalau kau pintar dan murah hati, maka teman-teman mu akan terbantu sekali berada di dekatmu. Kalau kau pandai dalam melawak, bercanda, dan membuat suasana jadi cair, orang-orang  sekitar mu akan terhibur, tapi bagaimana jika kamu goblok dan tak pandai dalam melawak ditambah kamu keras hati dan keras kepala?

Hei-hei, masih banyak hal berguna yang kau lakukan, setidaknya untuk dirimu sendiri. Perbaikilah dirimu. Bahagiakanlah dirimu... Tetapi bagaimana caranya? Ah, kamu bertanya hal yang sama seperti pada pembaca sebelumnya.

Orang yang telah mengerti akan menjawab 'bahagia itu sederhana'. Baiklah, apa yang sederhana itu? Bagaimana kita dapat sampai pada pemahaman seperti itu? [sampai sini dulu]

Minggu, 17 April 2016

Kupikir... Kamu Sudah Beda, Tapi Sama Saja.

"Kamu sama saja seperti yang lain." kataku kepadamu. Hari ini, di depan bayanganku.

Kamu lebih suka sendiri, entah mengapa, padahal aku tahu kamu juga iri melihat mereka yang selalu bersenang-senang dan bersama-sama kemanapun arahnya. Begitulah kamu, memilih untuk sendiri.

Suatu hari, kamu duduk di halaman masjid itu dan bersandar pada tiangnya yang kokoh. Di sana, kau putuskan sebagai tempat favoritmu. Setiap hari, sehabis magrib pasti akan kau temui kucing yang mengais-ngais kepadamu, meminta makan, juga kehangatan. Kamu biarkan ia mengelus-elus kakimu sampai konsentrasi mu membaca menjadi pudar.

Tapi tak apa.

Seperti kucing tersebut, kamu membutuhkan hal yang sama, makanan dan kehangatan dengan cara yang halal. Kalian seperti telah sepakat untuk selalu bertemu sehabis magrib untuk berbagi kehangatan dan juga makan bersama. Di sana, kau putuskan sebagai penyuka kucing.

Tapi tak apa.

Seperti hari ini, kau akan bertemu kucing itu lagi. Tapi tak juga kau dengar ia 'mengeong' seperti yang biasa ia lakukan. Kamu lalu putuskan untuk menunggunya sampai isya. Tapi tak juga kehadirannya kau rasakan.

Tapi tak apa.

Kau masih bisa mencari kucing lain.

"Tidak." Katamu, "mencari yang baru, tidak segampang itu."

~Kucing Masjid Hilang